MANAJEMEN
JAWA
LEADERSHIP
ASTA BRATA
Menjadi pemimpin memang bukan perkara mudah, mengusai ilmu-ilmu kepemimpinan sangat dibutuhkan agar dapat mengelola anak buah ataupun bawahannya secara adil dan bijaksana. Asta Brata merupakan salah satu ajaran kepemimpinan yang banyak dikenal di tanah jawa, ajaran ini sering kali diceritakan lewat pertunjukan wayang kulit, misalnya ceria wayang dalam lakon Wahyu Makutha Rama. Kisah Wahyu Makutha Rama bercerita tentang wejangan Asta Brata dari Begawan Kesawasidhi kepada Harjuna. Setelah menerima ini Harjuna diberi gelar “Begawan Ciptaning”.Selain diceritakan dalam cerita wayang Wahyu Makutha Rama, Asta Brata juga terdapat dalam Kakawin Ramayana gubahan Empu Walmiki. Dalam kisah tersebut diceritakan bahwa Asta Brata dibabar oleh Sri Rama kepada Gunawan Wibisana yang saat itu akan menjadi pemimpin (raja) Alengka menggantikan Rahwana yang tumbang karena dikalahkan pasukan Rama. Asta Brata berisi delapan ajaran utama tentang kepemimpinan, dimana delapan ajaran tersebut mengambil dari sifat-sifat alam raya yang terdiri dari air (Tirta), Bintang (Kartika), Matahari (Surya), Rembulan (Candra), Angin (Samirana), Bumi ( Kisma), Laut (Baruna) dan Api (Agni). Jika menilik dari Serat Rama yang ditulis pujangga Yasadipura I di Surakarta, Asta Brata digambarkan dengan delapan sifat Batara/Dewa yang menguasai delapan unsur alam. Dewa-dewa tersebut diantaranya Dewa Indra, Dewa Yama, Dewa Surya, Dewa Candra, Dewa Bayu, Dewa Kuwera, Dewa Baruna dan Dewa Brama.
1. Laku Hambeging Indra.
Laku hambeging indra, menjadi
pemimpin hendaknya meneladani sifat dan karakter Batara Indra sebagai penguasa
hujan/air. Sifat-sifat hujan/air diantaranya dia mampu memberi kesuburan dan
kemakmuran, tidak pilih kasih, bisa memberi kesejukan dan mampu membersihkan
sesuatu dari yang kotor. Pemimpin yang seperti air ia dibutuhkan oleh siapa
saja, orang kaya, miskin, orang sakit, sehat dan lain sebagainya. Ia memilki
kemampuan beradaptasi dengan menempatkan diri sesuai dengan wadahnya, ia selalu
merendah dan mampu mengisi setiap celah.
2. Laku Hambeging Yama
Laku Hambeging Yama berarti menjadi
pemimpin hendaknya meneladani sifat Dewa Yama. Dewa yama dalam budaya
pewayangan jawa sering disebbut juga Batara Yamadipati. Dia dalah Dewa Pencabut
Nyawa yang memiliki sifat tegas dalam menegakkan hukum, tidak pandang bulu,
siapapun yang salah harus dikalahkan. Batara Yama sangat kuat dalam menegakkan
undang-undang yang berlaku, Dia tak segan untuk mencabut nyawa demi keadilan.
Pemimpin yang mampu menegakkan hukum secara tegas, ia akan disegani oleh
rakyatnya dan ditakuti oleh mereka yang berbuat jahat. Keteguhan Batara Yama
sebagaimana bintang, ia tidak bergeser dan mampu dijadikan sebagai petunjuk
arah. Menjadi pemimpin yang dapat meneladani Batara Yama secara otomatis ia
akan teguh setia pada peraturan yang ada, tak ada sistem tawar-menawar dalam
menegakkan keadilan.
3. Laku Hambeging Surya
Laku Hambeging Surya berarti menjadi
pemimpin hendaklah memiliki sifat seperti matahari (surya). Mampu memberi
energi kepada alam semesta, menerangi kegelapan dan selalu “memberi tak harap
kebali”. Sifat Bathara Surya adalah “lakuning palamarta” (welas asih). Belas
kasihannya ditunjukkan dengan memberikan energi surya nya sebagai sumber
kehidupan semua makhluk yang ada di bumi ini. Matahari melaksanakan tugasnya
dengan sabar tetapi tuntas, mulai terbit di ufuk timur sampai tenggelam di
barat dan akan kembali lagi pada keesokan harinya.
4. Laku Hambeging Candra
Laku Hambeging Candra merupakan cara
memimpin dengan penuh keteduhan sebagaimana cahya rembulan. Ia menerangi, tidak
panas, tapi penuh kesejukan. Banyak orang melambangkan rembulan sebagai tanda
cinta, menjadi pemimpin dengan penuh cinta niscaya akan dicintai pula oleh
rakyatnya karena mampu memberi kehidupan yang damai dan penuh ketenangan.
5. Laku Hambeging Maruta
Maruta adalah angin (udara). Menjadi
pemimpin seharusnya bisa meniru sifat-sifat angin. Angin sebagaimana udara, ia
mampu menelusup kesetiap ruang yang paling kecil sekalipun, memberi hidup dan
dibutuhkan oleh siapapun yang hidup. Angin tidak terlihat namun bisa dirasakan
kehadirannya. Begitu pula menjadi seorang pemimpin, meski tidak setiap saat
bisa hadir secara fisik dihadapan rakyatnya, seorang pemimpin akan dirasakan
hadir dengan berbagai kebijakannya.
6. Laku Hambeging Bumi
Laku Hambeging Bumi berarti seorang
yang menjadi pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti bumi (tanah). Ia
bisa menjadi pijakan dan mampu memberi kehidupan untuk rakyatnya. Bumi
mempunyai sifat kuat dan bermurah hati. Selalu memberi hasil kepada siapa pun
yang mengolah dan memeliharanya dengan tekun. Apapun yang ditanam, apapun yang
digali dari perut bumi, akan bermanfaat. Bumi tidak pernah minta balasan, bumi
juga tidak pernah marah walaupun kita ludahi dan kencingi.
7. Laku Hambeging Baruna
Baruna berarti samudra, menjadi
pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti samudera. Ia memiliki wawasan
yg luas, setiap hari menampung apapun dari segala penjuru. Ia mempunyai
keluasan hati dan pandangan, dapat menampung semua aspirasi dari siapa saja
tanpa pandang bulu. Samudra mencerminkan jiwa yang plural dalam bermasyarakat,
tak membeda-bedakan dalam kehidupan yang majemuk.
8. Laku hambeging Agni
Menjadi pemimpin hendaknya memiliki
sifat api (agni), yang selalu mampu memberi semangat pada rakyatnya. Api bisa
menerangi yg gelap. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan harus bisa
menegakkan kebenaran dan keadilan secara tegas dan tuntas tanpa pandang bulu.